Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia
dirundung oleh berbagai macam bencana alam yang melanda hampir seluruh daerah
di Indonesia. Mulai dari banjir bandang di Manado, banjir besar di Jakarta,
Gunung Sinabung yang meletus di Sumatera Utara, dan banjir terbesar sepanjang
sejarah di Pekalongan, serta cuaca ekstrem yang melanda di seluruh pelosok
Nusantara. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa bumi kita sudah mengalami fase
krisis ekologi yang besar. Lantas hal yang menyebabkan ini semua, siapa yang
harus disalahkah? Ya, ulah-ulah manusia sendirilah yang menyebabkan ini semua.
Tanpa belas kasihan mereka-mereka yang mempunyai kuasa lebih, dengan ditopang
dengan kelebihan daya ekonomi yang tinggi (baca; kapitalis) menghancurkan
tatanan biologis yang menyangga seluruh kehidupan manusia. Sistem ekonomi yang
tak berkemanusiaan inilah berdampak besar pada seluruh elemen kehidupan
manusia. Lagi-lagi manusia sendirilah yang harus menanggung akibatnya.
Teringat dengan film Spongebob Squarepantsedisi Gunung Bikini Bottom Meletus, film anak-anak
yang setiap pagi dan sore diputar distasiun televisi swasta. Membangkitkan
imajinasi saya selaku manusia Indonesia, dalam melihat kondisi alam yang
akhir-akhir ini melanda Indonesia. Dipertontonkan dalam film anak-anak itu,
pada suatu hari Gunung Bikini Bottom
meletus dengan sangat hebatnya, sampai seluruh warga Bikini Bottom sendiri pun
kewalahan dalam menanggulangi bencana itu. Bahkan seorang walikota Bikini Bottom, disebutkan didalam film
dengan panggilan Major, juga bingung
dalam menenangkan warganya yang khawatir dengan keselamatannya masing-masing.
Akhirnya dalam rapat besar yang diadakan oleh petinggi negara tersebut, datang
seorang sang juru selamat yang mengatakan ada jalan untuk menghentikan gunung Bikini Bottom itu untuk tidak
mengeluarkan lava panas, yaitu dengan harus adanya suatu pengorbanan yang besar.
Disebutkan lagi mereka yang harus di korbankan itu adalah mereka yang
menderita, dan Squidward lah sosok
manusia congkak, sombong, suka pada kenyamanan yang harus di korbankan. Dengan
alih-alih warga Bikini Bottom yang
pernah mendengarkan alibi Squidward
yang hidupnya sangat selalu menderita. Alhasil memang Squidward lah yang di korbankan, tetapi justru rumahnya yang
menutupi kawah gunung tersebut dan akhirnya lava panas berhenti.
Jika dikontekskan dengan bencana
alam yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini sangatlah tepat untuk mengakhiri
segala penderitaan korban bencana alam itu, yaitu dengan adanya suatu
pengorbanan. Bukan justru yang dilakukan adalah rasa syukur akan suatu bencana,
dengan anugerah yang di berikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa, dengan
diterjemahkan oleh yang mempunyai kepentingan politik pragmatis dengan ditandai
berbondong-bondongnya partai politik dalam memberikan bantuan layaknya sinterklas bukan cowboy; setelah memberikan bantuan atau hadiah di tinggal pergi,
ketika kekuasaan sudah didapatkan justru meninggalkan rakyat, dan datang lagi
pada saat musim politik datang (pemilu). Yang harapannya adalah partisipasi
rakyat dalam memilih golongannya (partai) agar menang dalam pemilu, tetapi
melupakan esensi partisipasi politik yang sebenar-benarnya dalam membangun
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sesuai dengan khittah politik.
Ya, pengorbananlah yang harus
menjadi pembicaraan khusus oleh golongan elite-elite politik dalam menghadapi
bencana alam. Pejabat publik yang ksatria adalah mereka yang peduli dan berani
mengabdi secara total untuk masyarakat, tanpa harus mengedepankan tendensi yang
bersifat milik golongannya atau dirinya sendiri bahkan. Bukannya mengalihkan
rapat partai di daerah yang tidak terkena dampak bencana alam, dan bersifat
eksklusif yang tidak boleh diliput oleh pihak luar (media), untuk merumuskan
konstelasi politik kedepan, setelah partainya banyak dirundung oleh banyaknya
permasalahan yang menjeratnya; kasus korupsi yang dilakukan oleh
kader-kadernya. Pengorbanan politik yang sesungguhnya, dengan berlandaskan
kepada rasa kemanusiaan yang lebih adalah suatu sikap yang bijak. Kita perlu
belajar dari Squidward memang, sosok
yang congkak dengan sikap yang ingin nyaman dan aman selalu (individualis),
tetapi masih mempunyai rasa kebajikan sosial yang lebih untuk warga Bikini Bottom, yang akhirnya memang
rumah, segala sesuatu yang hanya dimilikinya dengan segala harta dan benda yang
ada didalamnya, rela ia korbankan dengan sikap yang bijak dan pemenang sejati. Patut
kita tiru dan kita amalkan, terlebih bagi politikus-politikus maupun pejabat
negara yang mengatasnamakan pejabat publik atau pelayan masyarakat.Mungkin
begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar