Oleh:
Adhitya Yoga Pratama*
Siapa yang tidak tahu kalau zaman
sekarang adalah zaman edan.Ya, pemimpin Negara yang korup, harga-harga yang
melonjak tinggi, kebijakan publik yang tidak pro-rakyat, para wakil rakyat yang
plesiran keluar negeri dengan memakai uang rakyat, serta kehidupan pejabat
publik yang serba glamour. Dari hal yang paling kecil sampai yang besar tentang
pimpinan Negara menjadi tontonan kita akhir-akhir ini.Harapan untuk dipimpin
oleh pemimpin yang bertanggungjawab, arif dan bijaksana pun seolah-seolah jauh
dari impian kita sebagai massa rakyat yang hidup terlilit hutang dan serba
susah dalam menjalani hidup berbangsa dan bernegara ini.
Rasa pesimispun muncul juga kala
agenda demokrasi akan digelar dalam jangka waktu 27 hari ini. Bisa kita lihat
spanduk-spanduk meneror mata kita dengan gambar caleg yang narsis, belum lagi
gambar partai politik yang serba binatang dan tumbuhan juga hadir dibalik pohon
yang berada dipinggir jalan. Gebyar pemilu 2014 juga menghadirkan pula sesosok
paranormal yang hadir ditengah hiruk-pikuk pemilu. Entah apa yang menyebabkan
pelaku pemilu tersebut begitu semangat dalam menyambut tahun politik ini.
Padahal rakyat belum tentu juga memilih haknya, walau hak memilih sudah menjadi
kepentingannya.
Semua serba latah. Untung rakyat ini
sudah cerdas dalam melihat, terutama dalam melihat fenomena politik nasional
yang terjadi saat ini. Segala penipuan yang berkedok perbaikan nasib rakyat,
mereka tangguhkan dengan menutup telinga sembari tetap mengais rezeki demi
isteri dan anak dirumah. Jangankan melihat langsung para pemimpin-pemimpin yang
bertebaran dijalan-jalan, pasar, lapangan, dan tempat publik lainnya. Tidak
langsungpun lewat media massa maupun media elektronik mereka mengalihkan pandangannya
kesinetron atau acara-acara yang menarik. Dan untuk anak-anak muda yang pada
tahun ini sebagai sasaran panitia pemilihan sebagai pemilih cerdas.Lebih baik
nongkrong sembari ngopi dan merokok untuk memuaskan dahaga jiwa muda.
Herannya jika kita melihat sikap
rakyat yang apatis pada tahun politik ini serta sikap calon pemimpin yang serba
latah. Masih ada juga sepercik semangat berdemokrasi kala sosok Jokowi hadir
ditengah-tengah masyarakat Jakarta yang banyak masalahitu. Kampanye dukungan
terhadap Jokowi menjadi RI 1 pun semarak digelar oleh simpatisan Jokowi, dari
yang berpartai sampai tak berpartaipun ikut juga mensukseskan. Siapa dalang
dibalikitu. Apakah memang rakyat kita sudah muak dengan pemimpin yang lawas,
kemudian hadirnya Jokowi, mereka klaim sebagai juru selamat ibarat sang ratu
adil. Seperti dulu Sukarno diklaim sebagai juru selamat pada zaman pergerakan
nasional yang dirundung kenestapaan penjajahan.
Saya piker sama saja untuk konteks
Jokowi. Walaupun menggunakan konsep blusukan ataumanajemen lapangan sekalipun.
Hal serupa pasti akan terjadi. Krisis moneter, finansial, ekonomi, pendidikan,
serta merembet pada budaya politik rakyat yang apatis akan terulang kembali.
Karena bisa kita lihat pemimpin kita hari ini tidak terdidik untuk sebagai pemimpin
Negara, dimana bisa kita lihat dulu zaman pergerakan nasional, Sukarno, Hatta,
Sjahrir, Tan Malaka sebelum menjadi negarawan. Beliau-beliau pada masa mudanya
adalah pimpinan-pimpinan pergerakan dari suatu organisasi pergerakan nasional.
Kita tahu Sukarno adalah pimpinan gerakan pada PNI, Moh.Hatta PNI Baru bersama
Sutan Sjahrir, serta kita tahu bahwa Tan Malaka pernah menjabat sebagai
pimpinan gerakan di PKI serta berbareng bergerak bersama Semaoen dan Alimin.
Tetapi kita lihat kapasitas calon
pemimpin negera ini yang sebentar lagi akan kita pilih. Teruntuk mereka yang
mau memilih. Semua berlatar belakang tak jauh dari dunia meja dan bangku yang
membangun paradigmnya menjadi birokratik-teknokratik. Terlebih kalau kita
melihat partai-partai nasional hari ini kurang imajinasi dan tidak mau
berseteru. Jangankan untuk mendidik orang-orangnya menjadi pimpinan pergerakan
yang handal. Kemudian berseteru denganpartai yang lain dengan program yang
berbeda. Perseteruan didalam tubuh internalpun tak kunjung-kunjung usai,
ironis.
Kepemimpinan
yang berbasis pada semangat muda sangatlah penting. Memang Jokowi adalah calon
presiden yang paling muda diantara calon presiden yang lain. Tetapi hal itu
belum bisa menjamin mampu membuat gebrakan baru dalam merumuskan kearah tujuan
yang visioner. Kepemimpinan mahasiswa bisa menjadi jawaban dari segala
permasalahan kepemimpinan di negeri ini. Bukan militer, bukan intelektual
tukang, bukan peculas birokratik yang menipu, melainkan intelektual yang
tercerahkan dan itu adalah mahasiswa. Kepemimpinan mahasiswa perlu untuk
diperhitungkan dalam konstelasi kepemimpinan yang terjadi.
Selain
daripada itu hal yang penting untuk diperhatikan adalah membuat kumpulan
anak-anak muda yang terkumpul dalam wadah kampus ini berbasis kesadaran sosial
tingkat tinggi. Kesadaran tersebut terbentuk jika proses pendidikan perkaderan
mahasiswa menjadi garapan yang segera dijalankan. Ketika ruang-ruang kelas
tidak mampu memberikan rasa segar dalam kehausan jiwa pemuda yang melawan.
Untuk saat ini tepat bagi mahasiswa-mahasiswa yang resah mencari alternatif
lain demi menunjang pendidikan pergerakannya, dan organisasi mahasiswa baik itu
organisasi yang lingkup intra maupun ekstra adalah pilihan bagi generasi muda
terdidik ini untuk mengembangkan potensinya. Maka kepemimpinan ideal yang
dicita-citakan pun menjadi yang diharapkan. Saatnya buat mahasiswa untuk
memimpin negeri ini. Mungkin begitu.
*penulis adalah mahasiswa aktif UMS
FKIP Pendidikan Kewarganegaraan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar