Senin, 21 April 2014

Kepemimpinan Mahasiswa



Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
            Siapa yang tidak tahu kalau zaman sekarang adalah zaman edan.Ya, pemimpin Negara yang korup, harga-harga yang melonjak tinggi, kebijakan publik yang tidak pro-rakyat, para wakil rakyat yang plesiran keluar negeri dengan memakai uang rakyat, serta kehidupan pejabat publik yang serba glamour. Dari hal yang paling kecil sampai yang besar tentang pimpinan Negara menjadi tontonan kita akhir-akhir ini.Harapan untuk dipimpin oleh pemimpin yang bertanggungjawab, arif dan bijaksana pun seolah-seolah jauh dari impian kita sebagai massa rakyat yang hidup terlilit hutang dan serba susah dalam menjalani hidup berbangsa dan bernegara ini.
            Rasa pesimispun muncul juga kala agenda demokrasi akan digelar dalam jangka waktu 27 hari ini. Bisa kita lihat spanduk-spanduk meneror mata kita dengan gambar caleg yang narsis, belum lagi gambar partai politik yang serba binatang dan tumbuhan juga hadir dibalik pohon yang berada dipinggir jalan. Gebyar pemilu 2014 juga menghadirkan pula sesosok paranormal yang hadir ditengah hiruk-pikuk pemilu. Entah apa yang menyebabkan pelaku pemilu tersebut begitu semangat dalam menyambut tahun politik ini. Padahal rakyat belum tentu juga memilih haknya, walau hak memilih sudah menjadi kepentingannya.
            Semua serba latah. Untung rakyat ini sudah cerdas dalam melihat, terutama dalam melihat fenomena politik nasional yang terjadi saat ini. Segala penipuan yang berkedok perbaikan nasib rakyat, mereka tangguhkan dengan menutup telinga sembari tetap mengais rezeki demi isteri dan anak dirumah. Jangankan melihat langsung para pemimpin-pemimpin yang bertebaran dijalan-jalan, pasar, lapangan, dan tempat publik lainnya. Tidak langsungpun lewat media massa maupun media elektronik mereka mengalihkan pandangannya kesinetron atau acara-acara yang menarik. Dan untuk anak-anak muda yang pada tahun ini sebagai sasaran panitia pemilihan sebagai pemilih cerdas.Lebih baik nongkrong sembari ngopi dan merokok untuk memuaskan dahaga jiwa muda.
            Herannya jika kita melihat sikap rakyat yang apatis pada tahun politik ini serta sikap calon pemimpin yang serba latah. Masih ada juga sepercik semangat berdemokrasi kala sosok Jokowi hadir ditengah-tengah masyarakat Jakarta yang banyak masalahitu. Kampanye dukungan terhadap Jokowi menjadi RI 1 pun semarak digelar oleh simpatisan Jokowi, dari yang berpartai sampai tak berpartaipun ikut juga mensukseskan. Siapa dalang dibalikitu. Apakah memang rakyat kita sudah muak dengan pemimpin yang lawas, kemudian hadirnya Jokowi, mereka klaim sebagai juru selamat ibarat sang ratu adil. Seperti dulu Sukarno diklaim sebagai juru selamat pada zaman pergerakan nasional yang dirundung kenestapaan penjajahan.
            Saya piker sama saja untuk konteks Jokowi. Walaupun menggunakan konsep blusukan ataumanajemen lapangan sekalipun. Hal serupa pasti akan terjadi. Krisis moneter, finansial, ekonomi, pendidikan, serta merembet pada budaya politik rakyat yang apatis akan terulang kembali. Karena bisa kita lihat pemimpin kita hari ini tidak terdidik untuk sebagai pemimpin Negara, dimana bisa kita lihat dulu zaman pergerakan nasional, Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka sebelum menjadi negarawan. Beliau-beliau pada masa mudanya adalah pimpinan-pimpinan pergerakan dari suatu organisasi pergerakan nasional. Kita tahu Sukarno adalah pimpinan gerakan pada PNI, Moh.Hatta PNI Baru bersama Sutan Sjahrir, serta kita tahu bahwa Tan Malaka pernah menjabat sebagai pimpinan gerakan di PKI serta berbareng bergerak bersama Semaoen dan Alimin.
            Tetapi kita lihat kapasitas calon pemimpin negera ini yang sebentar lagi akan kita pilih. Teruntuk mereka yang mau memilih. Semua berlatar belakang tak jauh dari dunia meja dan bangku yang membangun paradigmnya menjadi birokratik-teknokratik. Terlebih kalau kita melihat partai-partai nasional hari ini kurang imajinasi dan tidak mau berseteru. Jangankan untuk mendidik orang-orangnya menjadi pimpinan pergerakan yang handal. Kemudian berseteru denganpartai yang lain dengan program yang berbeda. Perseteruan didalam tubuh internalpun tak kunjung-kunjung usai, ironis.

            Kepemimpinan yang berbasis pada semangat muda sangatlah penting. Memang Jokowi adalah calon presiden yang paling muda diantara calon presiden yang lain. Tetapi hal itu belum bisa menjamin mampu membuat gebrakan baru dalam merumuskan kearah tujuan yang visioner. Kepemimpinan mahasiswa bisa menjadi jawaban dari segala permasalahan kepemimpinan di negeri ini. Bukan militer, bukan intelektual tukang, bukan peculas birokratik yang menipu, melainkan intelektual yang tercerahkan dan itu adalah mahasiswa. Kepemimpinan mahasiswa perlu untuk diperhitungkan dalam konstelasi kepemimpinan yang terjadi.
            Selain daripada itu hal yang penting untuk diperhatikan adalah membuat kumpulan anak-anak muda yang terkumpul dalam wadah kampus ini berbasis kesadaran sosial tingkat tinggi. Kesadaran tersebut terbentuk jika proses pendidikan perkaderan mahasiswa menjadi garapan yang segera dijalankan. Ketika ruang-ruang kelas tidak mampu memberikan rasa segar dalam kehausan jiwa pemuda yang melawan. Untuk saat ini tepat bagi mahasiswa-mahasiswa yang resah mencari alternatif lain demi menunjang pendidikan pergerakannya, dan organisasi mahasiswa baik itu organisasi yang lingkup intra maupun ekstra adalah pilihan bagi generasi muda terdidik ini untuk mengembangkan potensinya. Maka kepemimpinan ideal yang dicita-citakan pun menjadi yang diharapkan. Saatnya buat mahasiswa untuk memimpin negeri ini. Mungkin begitu.

*penulis adalah mahasiswa aktif UMS
FKIP Pendidikan Kewarganegaraan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar