Senin, 21 April 2014

Mahasiswa dan Pembangunan Pasar Sukoharjo, Jawa Tengah

Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
            Mahasiswa adalah rakyat Indonesia, pedagang pasar tradisional adalah rakyat Indonesia, aktivis kemasyarakatan adalah rakyat Indonesia, pejabat publik adalah rakyat Indonesia, aparat keamanan adalah rakyat Indonesia, pebisnis adalah rakyat Indonesia. Begitulah yang bisa saya gambarkan pada saat diselenggarakannya Diskusi Publik yang bertemakan “Pasar (Sukoharjo) Jadi Desember 2014?” tepatnya di Auditorium Universitas Veteran Bantara Sukoharjo pada tanggal 1 April 2014. Bagaimana tidak, suasana yang terjadi diruangan adalah suasana yang haru dan penuh dengan kemesraan. Semua rakyat Indonesia dari berbagai kelas berkumpul menjadi satu demi tujuan yang sama yaitu pasar jadi. Walau yang terjadi adalah minim kesepakatan dan keberpihakan, suasana pada saat itu tidak bisa terlupakan begitu saja. Terlebih dalam forum tersebut mahasiswa ikut berpartisipasi aktif dalam menjalankan fungsinya sebagai agent of control dan agent of change bagi masyarakat.
            Pasar Sukoharjo yang semula dinamakan pasar Ir. Sukarno oleh pihak pejabat daerah tidak berbanding lurus dengan proses pembangunan pasar yang sampai hari ini masih mangkrak. Terbukti dengan masih alotnya berbagai pihak dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan pasar, salah menyalah antar pihak yang berkepentingan hingga berujung pada terbengkalainya pembangunan pasar, tuntutan para pedagang untuk segera menyelesaikan pembangunan agar bisa berdagang seperti sediakala tidak juga dihiraukan. Menjadikan ketakterherananan tersendiri jika para pedagang pasar yang tergabung dalam Himpunan Pedagang Pasar Kota Sukoharjo (HPPKS) tidak mau menyebut pasar tersebut dengan pasar Ir. Sukarno melainkan pasar kota. Karena hal itu tidak berkonsekuensi logis dengan kebesaran dan keagungan nama presiden pertama republik ini.
            Lantas apa yang menyebabkan mahasiswa ikut andil dalam melakukan pengawalan dan pengawasan terhadap pembangunan pasar Sukoharjo. Hingga kampus menjadi tempat yang tepat untuk menyatukan semua kepentingan yang sudah terpecah belah. Dan pihak rektorat dalam sambutan memberikan dukungan penuh terhadap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa, sampai-sampai pada penghujung sambutannya beliau berujar jika forum audiensi ini belum menemukan kesepakatan, maka kampus sebagai ladangnya ilmu pengetahuan bersedia untuk memfasilitasi kembali agar keputusan bisa dicapai bersama tanpa merugikan salah satu pihak. Patut ditiru oleh kampus-kampus yang lain. Tetapi bukan itu yang menjadi titik kulminasi kenapa mahasiswa ikut berpartisipasi aktif dalam mengawal pembangunan pasar Sukoharjo. Melainkan bentuk rasa empati dan simpati yang berlandaskan kepada keprihatinan kaum pedaganglah mahasiswa segera menempatkan posisi, peran, fungsi dan tujuannya sebagai pemegang amanah penderitaan rakyat untuk ikut berjuang dan bergerak berbareng bersama bapak-bapak dan ibu-ibu pedagang pasar Sukoharjo.
Posisi, Peran, Fungsi dan Tujuan Mahasiswa
            Disebutkan dalam artikelnya Hariman Siregar yang berjudul “Refleksi Seorang (Mantan) Demonstran” bahwa gerakan protes mahasiswa sebetulnya tidak mengikuti hukum perubahan sosial. Ia bukan gerakan revolusioner untuk mengubah tatanan sosial dalam sekejap. Ia hanya gerakan yang menyuarakan hati nurani rakyat, hanya gerakan normatif. Kalau kita lihat isu-isu yang dilontarkan mahasiswa sejak dulu selalu bersifat normatif: korupsi, keadilan, hukum, pemerataan, dan sebagainya. Aksi protes mahasiswa sebetulnya tak perlu ditakuti, sebab tidak akan meruntuhkan struktur. Kalau pemerintah takut terhadap aksi protes mahasiswa, tegakkanlah keadilan, berantas korupsi, kembalikkan hak-hak rakyat, ciptakan pemerataan, hilangkan kebiasaan kongkalingkong dengan pengusaha, dan jalankan demokrasi dengan benar.
            Konteks proses pembangunan pasar Sukoharjo adalah tepat untuk menentukan posisi, peran, fungsi dan tujuan mahasiswa. Pertama, sebagai kaum terdidik yang beruntung melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, dimana pendidikan tinggi menyajikan ilmu dan pengetahuan yang berwawasan luas dan penuh dengan dinamika ilmu dan pengetahuan. Implikasinya adalah membentuk sikap dan sifat yang bermental peduli dengan sesama, tanpa penindasan, tanpa pengkhianatan dan tanpa kebohongan maka rasa empati dan simpatipun muncul di hati sanubari mahasiswa. Kedua, Ilmu dan pengetahuan yang bersifat teoritis dan normatif serta tekstual menuntut mahasiswa dalam mengaplikasikannya ke ranah kontekstual, tentunya dimana penindasan, pengkhianatan dan kebohongan itu berada. Perwujudannya adalah politik keberpihakan dan terbentuknya kelompok penekan (pressure group) jika segala yang bersifat normatif, tekstual dan teoritis itu tidak segera diwujudkan.
            Proses pembangunan pasar Sukoharjo adalah multi kompleks, dengan ditandai multi stakheldor yang terlibat dalam kasus mangkraknya pasar Sukoharjo sulit rasanya untuk memecahkan kasus tersebut. Nah, disini mungkin peran mahasiswa bisa dipertimbangkan. Apakah mahasiswa ikut dalam tuntutan bersama bapak-bapak dan ibu-ibu pedagang atau mengambil perspektif lain (alternatif) dalam membangun gerakan kota. Penulis pikir dengan terlibatnya mahasiswa dalam setiap aksi bersama pedagang pasar sudah cukup untuk membuktikan kalau mahasiswa berperan aktif ikut dalam tuntutan. Terlebih dengan ditandainya wilayah kampus ikut andil dalam merumuskan kepentingan-kepentingan pedagang. Peran mahasiswa dalam menjalankan posisinya sudah terlampau cukup.
            Tinggal bagaimana dengan fungsi mahasiswa sebagai golongan terdidik dalam konteks pembangunan pasar Sukoharjo. Apakah membangun wacana good governance dengan analisis akademik dalam stakeholder pemerintah dimana 4 indikator good governance yaitu transparansi (keterbukaan), akuntabilitas (pertanggungjawaban stakeholder), partisipasi, dan penegakan hukum diperhatikan. Atau justru politik pembiaran terhadap stakeholder pemerintah yang bermasalah dalam proses pembangunan Sukoharjo.
            Dan forum di Universitas Veteran Bantara Sukoharjo kemarin (01/04/2014) harapannya adalah untuk mewujudkan eksistensi dan esensi mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak pedagang demi para pedagang bisa berjualan kembali dan melangsungkan kehidupan selanjutnya. Mungkin begitu.

*penulis adalah mahasiswa aktif UMS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar