Jum’at,
13 Juni 2014
Kesempatan pagi dalam tugas lapangan
riset kali ini kita berkunjung ke daerah Ponjong, tepatnya menuju ke “KOPWAN
KUWAT”. Dengan tetap bersama kawan Miftahul Saleh dan kawan Yuliana kita
melakukan wawancara. Pada kesempatan saat itu kita bertemu dengan ketua
koperasi dan pengawas koperasi. Selain wawancara tentang perkoperasian yang
berada di KOPWAN “KUAT” kami bertiga juga berbincang-bincang tentang Usaha
Dagang (UD) yang dijalankan oleh pengawas koperasi, karena pada saat itu tempat
wawancara bertepatan di rumahnya pengawas koperasi. Pengolahan makanan yang
menjadi unggulan UD. MIROSO (nama UD) adalah dari berbahan dari kacang-kacangan
yang dibuat dengan berbagai macam jenis makanan yang di buat dengan menggunakan
manual (tanpa mesin) dan sangat sederhana. Tetapi yang perlu digarisbawahi
selain itu adalah distribusi yang dilakukan tidak hanya lingkup DI Yogyakarta
dan sekitarnya, melainkan sudah sampai Jakarta.
Kemudian pada kegiatan lapangan selain
itu pada Jum’at kemarin, kami seperti biasanya melakukan wawancara kepada
pengurus koperasi wanita yang berada di Kabupaten Gunung Kidul. Pada kegiatan yang
kali ini kami berkesempatan mewawancarai pengurus koperasi di Koperasi Wanita
(KOPWAN) Mitra Usaha Perempuan (MUP), tepatnya kepada ibu Sulastri yang beralamat
di Dusun Gunung Gambar, RT 03/06 desa Kampung Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunung
Kidul. Beliau yang sudah berusia 46 tahun dengan pendidikan terakhir Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan jabatan di MUP sebagai sekretaris koperasi menambah
pengalaman saya bertemu dengan orang lain. Dengan di tambahkannya ibu Sulastri
dalam wawancara ini berarti secara langsung bertambah pula data primer dalam
riset tentang ekonomi kerakyatan studi kasus Kopwan.
Dalam obrolan saya dengan ibu
Sulastri di Gunung Gambar adalah bagaimana peran, fungsi dan tujuan Kopwan didirikan,
dan apa manfaat dari keberadaan Kopwan di masyarakat terutama bagi kaum ibu. Penguatan
pada segi pemberdayaan masyarakat terutama dalam hal pengolahan makanan ringan
seperti manggleng, rambak, dan keripik adalah tujuan Kopwan didirikan. Selain daripada itu untuk
melakukan transaksi simpan-pinjam kepada anggota, supaya usaha yang dijalankan
oleh anggota berjalan dengan baik adalah fungsi keberadaan Kopwan ada di Gunung
Gambar. Kemudian untuk memobilisasi masyarakat terutama kaum ibu dalam
kesadarannya membangun dan menumbuh-kembangkan usaha dan layanan masyarakat
adalah peran Kopwan hadir di masyarakat Gunung Gambar dan sekitarnya.
Curahan hati dari seorang ibu
Sulastri yang bercerita tentang alur ekonomi yang dilakukan sendiri, mulai dari
produksi sampai distribusi mengingatkan saya kepada Sukarno yang bertemu dengan
Kang Marhaen. Hingga akhirnya tersebut kaum Marhaen dan kaum Kromo dalam politik
perjuangannya. Sampai-sampai dalam program berbuatnya beliau (Sukarno)
mencanangkan program berdikari dalam bidang ekonomi yang tertuang dalam
TRIKORA. Konteks ibu Sulastri yaitu bagaimana ia membuat manggleng dengan bahan
singkong yang di beli dari pengecer yang salah satunya di beli dari modal
koperasi, dan kita ketahui bahwa koperasi adalah sokoguru perekonomian
Indonesia. Serta dalam alat produksi milik sendiri. Dan dalam distribusi
dilakukan sendiri. Bagaimana kalau yang seperti ini tidak disebut sebagai upaya
berdikari dalam bidang ekonomi. Terlebih menggunakan konsep perekenomian
Indonesia yang digagas oleh Drs. H. Moh. Hatta.
Terlebih harus kita ketahui pula bahwa
Gunung Gambar adalah salah satu dusun yang paling sulit dalam hal akses di Kecamatan
Ngawen. Terbukti dengan letak dusun yang terletak di daerah perbukitan dengan
jalan yang memiliki kemiringan kira-kira 75 derajat dan rusak. Menambah
kesulitan tersendiri dalam hal akses transportasi dan komunikasi, hal itu
berdampak pada sulitnya memutarkan barang dagangan dan pola komunikasi antar
masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Saya pikir peranan didirikannya
koperasi dalam pengembangan masyarakat dusun Gunung Gambar adalah tepat, karena
itu dapat membuat jalannya roda perekonomian di Gunung Gambar secara khusus dan
Kabupaten Gunung Kidul secara umum berjalan dengan baik.
Senin, 16 Juni 2014
Pada hari Senin kemarin kita
berkunjung ke kecamatan Rongkop dan kecamatan Playen, yang mana tepatnya
mengunjungi ke Kopwan “Lestari” (Kec. Rongkop) dan Kopwan “Srikandi” (Kec.
Playen). Sayang sekali saat berkunjung ke kecamatan Rongkop kita bertiga tidak
mendapatkan data tentang Kopwan “Lestari” disebutkan oleh pemerintahan desa
setempat Kopwan yang ingin diteliti sudah bubar, tetapi pembubarannya tidak
melaporkan kepada pemerintah desa setempat atau DISPERINDAGKOP jadi nama
koperasi masih tertera didalam dokumen pemerintah desa.
Selanjutnya sebelum kita berkunjung
ke Kopwan “Srikandi” kita singgah ke DISPERINDAGKOP. Dengan tujuan yang sama
mencari data primer dalam penelitian ekonomi kerakyatan. Salah dua dari kita
mewawancarai dari pihak dinas untuk mengklarifikasi data-data yang telah
ditemukan dilapangan oleh tim riset kita dan mencari data-data yang belum
terlengkapi.
Kemudian terakhir pada hari itu,
kita berkunjung ke Kopwan “Srikandi” yang terletak di desa Siyono Wetan.
Sasaran wawancara terhadap Kopwan “Srikandi” adalah ketua koperasi. Dengan di
suguhi hasil pertanian sendiri yaitu kacang kita membicarakan bagaimana tentang
perkoperasian. Tetapi yang perlu menjadi titik tekan pada wawancara dengan
ketua koperasi Kopwan “Srikandi” adalah bagaimana beliau menjelaskan awal proses
berdirinya koperasi dan bagaimana perkembangan koperasi sampai hari ini. Pada
awal berdirinya Kopwan “Srikandi” yang menjadi keheranan saya adalah pelopor
berdirinya bukan dari golongan ibu-ibu, melainkan dari bapak-bapak. Padahal
kita ketahuai koperasi tersebut adalah koperasi perempuan.
Selain daripada itu adalah Kopwan
“Srikandi” ini banyak beranggotakan dari isteri-isteri Pegawai Negeri Sipil
(PNS), entah itu yang berasal dari guru dan pejabat daerah setempat. Otomatis
dalam akses informasi dan komunikasi tentang perkoperasian berjalan dengan
lancar, tanpa ada halangan dan gangguan sedikitpun. Kemudian yang paling saya
ingat adalah saat-saat terakhir kesempatan beliau (ketua koperasi) berpesan
kepada kita bertemu yaitu “mumpung masih muda, silahkan beridealisme.” Melalui
pesan itu menjadi bahan perenungan saya semalaman penuh, pertanyaan mendasarnya
“apakah kalau sudah tua tidak beridealisme lagi?.” Dan sampai detik inipun saya
masih memikirkannya.
Selasa, 17 Juni 2014
Rencana awal pada pagi ini (Selasa,
27/06/2014) adalah berkunjung ke DPRD Kab. Gunung Kidul untuk mewawancarai
ketua komisi B dan 1 anggota komisi B yang mana beliau-beliau adalah anggota
DPRD yang bertugas membahas anggaran daerah Kab. Gunung Kidul. Sebelum
melakukan wawancara, kita mengikuti audiensi dari divisi program kepemimpinan
perempuan YSKK bersama dengan PANSUS 8 yang membahas tentang Perubahan
Pilkades. Setelah mengikuti acara audiensi tersebut, kita bergerak menuju
DISPERINDAGKOP melanjutkan wawancara dengan pejabat daerah terkait.
Yang menjadi keresahan saya saat
bertemu dengan para pejabat daerah di dinas perkoperasian, yang pada saat itu
adalah sesi kawan Yuli menanyakan tentang perihal Pungutan Liar (PUNGLI) yang
dilakukan oleh pejabat terkait kepada Kopwan-kopwan yang berada di Kab. Gunung
Kidul. Lagi-lagi yang menjadi titik perhatian saya pada kesempatan itu bertatap
muka langsung dengan pejabat terkait adalah: Pertama, mafia Pungli yang berada
di suatu pemerintahan daerah tidak bisa dipungkiri. Kedua, dalam hal
menjalankan aktivitasnya itu semua pihak yang terlibat sangat sistematis.
Ketiga, pihak-pihak yang menjalankan Pungli tersebut biasanya menggunakan
ancaman yang bersifat tekanan psikologis kepada pihak Kopwan, dan akhirnya dari
pihak Kopwan sendiri pun merasa takut. Ketiga, budaya Jawa yang ewuh-pekewuh
serta belum memahaminya regulasi dan kebijakan tentang adanya Pungli, sebagian
dari masyarakat lebih mengedepankan memberi daripada mempermasalahkan yang ada.
Adhitya Yoga Pratama
Volunteer Yayasan Satu Karsa Karya
(YSKK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar