Selasa, 01 Juli 2014

Mahasiswa: Kader Umat dan Kader Bangsa

Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
            Melihat fenomena politik nasional yang gegap-gempita (PILEG 2014) ternyata meninggalkan luka yang mendalam bagi mahasiswa Indonesia. Bagaimana tidak? Kasus yang terjadi di salah satu organisasi pergerakan mahasiswa, dimana status kemahasiswaan masih melekat dalam identitas organisasi tersebut. Salah satu anggota dari organisasi pergerakan mahasiswa terbesar di Indonesia terindikasi mencalonkan anggota legislatif ditingkat daerah dari salah satu partai politik peserta pemilu 2014.
            Hal ini menarik untuk dikaji lebih mendalam dan mendasar. Mengapa? Karena status mahasiswa yang dalam setiap aktivitasnya berkonsekuensi mempertaruhkan daya intelektual dan moril didalam setiap aksinya dimasyarakat. Justru yang terjadi salah satu anggota organisasi gerakan mahasiswa, bahkan pucuk pimpinan komunitas tersebut mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif (PILEG). Sungguh ironis, disaat mahasiswa yang harusnya lebih memperdalam kembali ilmu-ilmu yang telah dipelajari dikampus kemudian diabdikan dalam masyarakat kelak, justru yang terjadi terjun kedunia politik.
            Kenyataan yang semacam ini kontras sekali dengan apa yang dilakukan oleh seorang Hariman Siregar, aktivis Grup Diskusi UI (GDUI) era 1974. Yang berhasil menjabat sebagai ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) UI dari luar organisasi pergerakan mahasiswa. Yang mana sebelumnya ia juga masuk dalam keanggotaan Golkar. Tetapi setelah menjabat sebagai ketua DEMA UI, ia rela melepaskan keanggotaan Golkarnya demi status kelembagaan mahasiswa secara khusus dan identitas mahasiswa secara luas yang independent dan tidak memihak satu golongan tertentu.
            Menurut bahasa Perancis kader diambil dari kata Cadre yang artinya adalah golongan terdidik yang terpilih. Sedangkan menurut bahasa Latin kader diambil dari kata Quadrum yang artinya adalah segiempat. Jadi bisa kita tarik kesimpulan bahwa kader adalah pondasi suatu komunitas dari golongan yang terdidik dan terpilih. Konteks mahasiswa sebagai kader umat dan kader bangsa adalah tepat sebagai penopang dan penguat bangunan berbangsa dan bernegara.
            Tak heran jika Partai Komunis Indonesia (PKI) mempunyai kader-kader yang militan dan progresif seperti halnya Tan Malaka, Semaoen, Alimin dan lain-lain. Karena didalam perkaderan partainya mengedepankan kader sebagai tulang punggung revolusi yang harus dididik sesuai dengan kedisiplinan organisasi dan rasa solidaritas yang tinggi.
            Melihat yang baru saja selesai (PILEG 2014) terkhusus bagi mahasiswa sebagai salah satu bagian dari bangsa Indonesia yang hari ini sudah banyak bergeser jauh dari posisi, peran dan fungsinya sebagai agent of change dan agent of social control yang hidup dimasyarakat ilmu. Terciderai dengan hadirnya calon-calon legislatif yang berangkat dari mahasiswa. Seolah-olah memang golongan terdidik yang terpilih untuk umat dan bangsa ini, dimana untuk memperjuangkan umat yang tertindas dan bangsa yang terjajah pun jauh dari harapan.
            Bagi saya bukannya untuk mengharamkan aksi politik mahasiswa yang bersifat parlementarisme. Dimana mahasiswa ikut andil dalam perumusan, pembuatan dan penetapan kebijakan nasional. Walaupun hal yang semacam ini juga sudah pernah dilakukan oleh mahasiswa Indonesia era Orde Baru. Melainkan yang saya tekankan adalah mahasiswa dan gerakan mahasiswa mempunyai karakteristik tersendiri dalam membuat suatu perubahan. Kalau yang terjadi justru ikut andil dalam pemerintahan, yang saya takutkan adalah mahasiswa dengan pengalaman yang sedikit tentang politik akan cepat tergerus arus besar politik nasional yang kejam.
Back To Campus
          Kembali ke kampus adalah aksi real yang harus segera dilakukan oleh mahasiswa masa kini. Back to campus dalam artianmelakukankerjaakademisdenganpergulatanilmudanpengetahuan yang semakinbertambahpesatsertatetap mempertahankan ritme posisi, peran, fungsi dan tujuan mahasiswa sebagai kader umat dan kader bangsa, dimana yang sudah termaktub dalam tridharma perguruan tinggi yaitu tentang dunia pendidikan, dunia penelitian dan dunia pengabdian masyarakat. Sembari tetap mengembangkan daya nalar kritis dan analitis mahasiswa dengan berbagai persoalan yang hadir disekitarnya.
            Dan bagi mereka yang sudah terjun kepolitik tetap teguhkan arah dan gerak sesuai dengan idealisme kemahasiswaan yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaandengancaramengkajikembaliilmudanpengetahuan yang sudahditerimadibangkuperkuliahan.Jangansampaikekhawatiran WS.Rendramenjadikenyataan, sampai-sampaibeliauberpesan; ilmu-ilmu yang kaupelajariberpihakdipihak yang mana? Jangan mau ikut arus tragedi politik nasional yang menipu dan korup. Karena sekali masuk pada kubangan lumpur yang kotor, janganlah kau untuk beranjak dari kekotoran itu. Melainkan bagaimana tetap bertahan dengan daya kekuatan idealisme yang kau miliki. Begitu kalau Soe Hok Gie pernah berkata. Jadilah pemenang diantara para pecundang yang menipu rakyat. Perjuangan mahasiswa adalah perjuangan kemanusiaan dan kemerdekaan.
            Saya yakin setiap gejolak atau perubahan besar pasti akan terwujud, jika mahasiswa sebagai garda depan mengisi bahan bakarnya sesuai dengan takarannya. Dan bahan bakarnya itu adalah ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman, islam dan ihsan. Tak bisa dipungkiri pasti perubahan akan terjadi. Maka dari itu mahasiswa sebagai kader umat dan kader bangsa itu harus segera memastikan terlebih dahulu posisinya berada dimana. Apakah berada pada posisi umat yang tertindas dan bangsa yang terjajah atau umat yang menindas dan bangsa yang menjajah. Mungkin begitu.
*Mahasiswa UMS FKIP Pendidikan Kewarganegaraan

Bergiat aktif dalam Grup Diskusi Griya Pena (GDGP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar