Minggu, 12 Oktober 2014

Seandainya Saya Anggota DPR



Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
            Judul tulisan ini sesungguhnya terinspirasi dari artikel yang ditulis oleh R.M Soewardi Soerjaningrat atau biasa dikenal Ki Hadjar Dewantara yang berjudul seandainya saya orang Belanda. Dalam tulisannya tersebut Ki Hadjar Dewantara mengandaikan dirinya sebagai seorang Belanda yang berkulit putih dan berjiwa patriotisme. Tetapi dibalik pengandaiannya ia menjadi seorang Belanda, ia akan mengecam segala bentuk perayaan hari kemerdekaan kerajaan Belanda yang diselenggarakan di negeri terjajah, dan akan menolak segala bentuk penarikan sumbangan dana dari rakyat terjajah, serta akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa yang terjajah untuk dapat merayakan hari kemerdekaannya sendiri.
            Ketika menilik peristiwa politik akhir-akhir ini yang memperlihatkan perilaku dan gelagat anggota DPR, yang mana dalam setiap pengambilan keputusan di parlemen selalu diiringi dengan senda-gurau dan canda-tawa tanpa cermat-hikmat dalam kebijaksanaan. Serta dalam setiap proses pengambilan keputusan yang selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat, tetapi dalam setiap pengambilan keputusan tidak sekali-sekali memihak kepada rakyat, bisa kita ambil contoh saat pembahasan RUU Pilkada. Hal ini membuktikan bahwa wakil rakyat kita hari ini layaknya badut-badut politik yang memainkan lelucon-lelucon politik untuk sebatas menggembirakan hati rakyat sesaat.
            Belum selesai pada tataran sikap politik anggota DPR yang kurang bisa diteladani, nir sikap kenegarawanan, kini kita dikagetkan dengan orientasi politik anggota DPR yang pragmatis. Orientasi politik anggota DPR yang terkesan pragmatis itu ditunjukkan dengan permintaan fasilitas sarana dan prasarana ini dan itu, guna menunjang kinerjanya. Seperti yang bisa kita lihat dari DPR (daerah) yang meminta tablet dan menggandaikan SK untuk membayar utang-utangnya selama kampanye. Ironis bukan, disaat rakyat kesusah-payahan mengais rezeki dengan ketidakpastian kondisi ekonomi negara, anggota DPR justru asyik mencari celah untuk menghabiskan anggaran negara untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.
            Sesuai dengan perilaku birokratis yang diungkapkan oleh William A. Niskanen, birokrat (baca: anggota DPR) layaknya pebisnis, dimana letak bedanya kalau pebisnis atau pengusaha pada umumnya berjuang memaksimumkan laba ekonomi, sedangkan birokrat berusaha memenuhi kepentingan diri atau kelompoknya sendiri dengan cara memaksimumkan “seperangkat variabel” seperti gaji, kekuasaan, prestise, peluang sesudah pensiun, dan sebagainya. Walau tak menutup kemungkinan fakta yang ada dilapangan bahwa hampir sebagian anggota DPR adalah pengusaha dan jebolan fakultas ekonomi yang mengetahui dan memahami rumus laba-rugi, tetapi alangkah baiknya ketika sudah mendapatkan mandat dari rakyat kepentingan-kepentingan yang bersifat individualis dan primordial itu dikesampingkan dan digantikan oleh kepentingan yang bersifat nasionalis dan patriotis demi kepentingan rakyat dan kemajuan bangsa-negara.
            Memang,  jika dilihat dari sudut kewajaran dan menggunakan akal sehat banyak hal yang patut dikecam mengenai tingkah politik anggota dewan kita hari ini. Karena pada dasarnya anggota dewan adalah wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat, konsekuensi logisnya jika dipilih langsung oleh rakyat, maka ia harus membawa kepentingan-kepentingan rakyat dalam setiap proses legislasi. Tetapi lagi-lagi memang kenyataan tidak sesuai dengan harapan, dalam proses perumusan undang-undang yang mempertaruhkan hajat hidup orang banyak, yang mana nantinya akan menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Anggota DPR kita justru memainkan peran penari topeng, mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi dalam tujuannya mementingkan diri dan kelompoknya.
            Oleh sebab itu saya sebagai mahasiswa tingkat akhir disalah satu perguruan tinggi swasta yang mengambil jurusan pendidikan kewarganegaraan. Dan bergiat aktif didalam organisasi kampus yang dalam kegiatannya seperti apa yang dilakukan oleh anggota DPR yaitu bersidang dan menentukan keputusan, tetapi masih menggunakan mekanisme dan etika persidangan. Saya mengandaikan diri saya sebagai anggota DPR yang juga membahas masalah-masalah bangsa dan negara secara hikmat dalam kebijaksanaan, layaknya kegiatan organisasi yang saya geluti di kampus.
            Sebelumnya, pengandaian saya ini berawal dari kekaguman, kebanggaan dan kesenangan saya terhadap mereka-mereka yang rela meluangkan waktunya untuk memikirkan masalah bangsa. Termasuk perasaan bahagia ini saya tujukan kepada anggota dewan yang terpilih dan yang sudah ditetapkan itu. Alasan pertama kali saya ingin menjadi anggota DPR adalah saya dengan sangat kagum dapat menyelami perasaan nasionalisme dan patriotisme anggota DPR yang ada pada mereka saat ini.
Bagaimana tidak kagum coba, dimana saat negara ini mengalami krisis kebangsaan dan kenegaraan yang meliputi banyak bidang; ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan kebudayaan. Mereka-mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan akhirnya terpilih serta tertetapkan. Maka waktu mereka secara langsung akan tergadaikan untuk memikirkan  problematikan bangsa secara total, dan otomatis tidak sempat untuk berkumpul dengan sanak keluarga. Terbukti dengan waktu sidang DPR yang sampai larut malam bahkan sampai pagi. Bagi saya anggota DPR adalah manusia yang rela berkorban demi nusa dan bangsa, dan bagiku ini membutuhkan hati yang tulus dan ikhlas.
Kedua kalinya saya ingin menjadi anggota DPR adalah saya merasa bangga saat menyelami pikiran yang berkemajuan anggota DPR dalam usahanya memajukan kehidupan rakyat. Disaat bangsa ini minim orang-orang yang berpikiran kemajuan layaknya Ki Hadjar Dewantara, HOS Tjokroaminoto, Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka. Anggota DPR yang sudah tertetapkan itu berusaha menanggalkan pikiran-pikiran terbelakang yang mengkerdilkan usaha memajukan negerinya. Walau dalam hal ini anggota DPR tidak mungkin bisa menyamai pikiran-pikiran tokoh bangsa itu, setidaknya dalam usahanya berfikir untuk memerdekakan bangsanya sendiri, menjadikan satu nilai tambah mengapa saya merasa bangga untuk menjadi anggota DPR.
Ketiga kalinya kenapa saya ingin menjadi anggota DPR adalah saya merasa senang ketika mendengar dan melihat perkataan-perbuatan anggota DPR yang bombastis-revolutif menjanjikan harapan-harapan baru dan tindakan yang penuh perhatian kepada kaum pinggiran. Bagiku ketika anggota DPR sudah mampu beretorika dengan sangat lantang diatas podium layaknya singa podium julukan untuk Sukarno. Serta melakukan serap aspirasi dan pendidikan politik bagi rakyat layaknya Sjahrir dan Tan Malaka. Itu adalah modal besar  dalam melakukan perubahan sosial.
Seandainya saya anggota DPR, pada saat ini, maka saya akan memprotes   perasaan nasionalisme-patriotisme, pikiran yang berkemajuan untuk memerdekakan bangsa, dan perkataan-perbuatan bombastis-revolutif serta aspiratif itu. Saya akan menulis ke surat kabar seperti yang saya tulis ini dan konferensi pers ke semua televisi nasional maupun swasta bahwa perasaan, pikiran, perkataan dan perbuatan anggota DPR ini adalah suatu kebohongan publik dan kesadaran palsu.
Saya akan memperingatkan kepada sesama anggota DPR, bahwa berbahaya untuk meneruskan tradisi degradasi peran dan fungsi anggota DPR pada waktu ini, yang hanya untuk kepentingan diri dan golongannya. Akan saya nasihatkan semua anggota DPR untuk tidak menyakiti hati rakyat Indonesia yang sedang marah-marahnya hak memilih dan dipilih dibatasi, dan tidak membuat marah itu menjadi gelombang aksi protes yang besar. Sungguh, saya akan mengajukan protes dengan segala kekuatanku, dan tidak melakukan aksi walk-out.
Akan tetapi, saya bukan anggota DPR, saya hanya seorang mahasiswa semester akhir dari perguruan tinggi swasta yang tidak terkenal seperti halnya UGM, UNS, ITB UI atau universitas mentereng yang lainnya, yang belum tentu setelah lulus dapat menduduki anggota DPR atau jabatan-jabatan pemerintah yang lain. Maka dari itu saya hanya bisa bermimpi disiang bolong menatap masa depan negeri ini lebih baik. Mungkin begitu.
*Penulis adalah mahasiswa UMS , Semester akhir
Bergiat aktif di Langgar Pena, Pabelan Kartasura, Sukoharjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar