Jumat, 19 Desember 2014

Debat Nalar Bukan Debat Kusir

Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
            Sekiranya saya tidak menanggapi dua opini di mimbar mahasiswa Solopos yang berjudul Mahasiswa, Motor, Mobil dan Intelektualitas (21/10/2014) yang ditulis oleh saudara Muthimatun Nadhifah serta Mobil dan Nalar yang Tergelincir (28/10/2014) yang diuraikan oleh saudara Qibriyatul Maisaroh, mungkin polemik yang terjadi digagasan ini tidak akan berkepanjangan sampai hari ini.
            Karena tulisan saya yang berjudul Membongkar Nalar Kritis Mahasiswa (04/11/2014) ditanggapi oleh saudara Imawati Rofiqoh yang berjudul Makelar Intelektual dan Antropolog Amatir (18/11/2014) yang oleh saudara Irfan Anshori di tulisannya yang berjudul Esais dan Kritik (09/12/2014) menyebutkan esai rofiqoh kurang etis dengan pelabelan yang digunakan terlampau tendensius yakni penyebutan “makelar” serta “amatir”.
            Membuat ketertarikan kembali bagi saya untuk menanggapi esai Rofiqoh tersebut dengan judul Berpikir Kritis atau Apatis (25/11/2014), dimana saya lebih memberikan tahapan-tahapan bagaimana berfikir dialektis supaya dapat berfikir kritis dalam menghadapi persoalan sebelum menetapkan paradigma. Di tanggapi di kemudian hari oleh yang empunya kegelisahan awal yaitu saudara Muthimatun, dengan judul Tak Perlu Njlimet untuk yang Sederhana (02/12/2014), lagi-lagi beliau berkilah pada kedangkalan berfikirnya sendiri yang kurang mengakar dan mendalam, yang mana hal tersebut harus diperhatikan dengan baik oleh seorang esais.
            Sampai pada akhirnya tulisan Irfan Anshori mencoba memberikan tanggapan yang kurang lebih bernada kuasi-retoris, dengan mengembalikan tugas esais dan fungsi kritik. Bagiku tulisan tersebut juga terlalu naif bagi seorang esais yang bersinggungan langsung dengan karut-marutnya perparkiran di kampus dan eksistensi ruang parkir.
            Dunia tulis-menulis membuat gelisah. Begitu daya khayal sudah tercampur-aduk dengan daya ingat, kalimat-kaimat tampil dalam otak dengan sekuat inspirasi murni. Begitu sekiranya Jean Paul Sartre berujar.
            Dan daya ingatku terhadap kenyataan parkiran di kampus terbentur dengan daya khayal seorang esais lain, yang memaksaku untuk menulis kalimat-kalimat yang bertikai kembali. Sungguh dunia tulis-menulis adalah tentang imajinasi dan pertikaian.
            Imajinasi-ideal yang mengharapkan perubahan-perubahan kenyataan yang radikal. Dan pertikaian yang mengharuskan kritikus bertikai dengan kesadaran dan keadaan dengan nalar yang mengakar, mendalam dan spekulatif menjadikan imajinasiku bertambah liar dan terbendung.
            Kegelisahanku pada pertarungan gagasan kali ini merujuk pada debat nalar argumentatif, bukan melainkan pada debat kusir yang tak berujung dan terkesan membosankan. Dimana seorang esais yang berfikir kritis bukan lagi menjadikan kritik sebagai gugatan, refleksi, argumentasi nakal serta gubahan atas marginalisasi sebuah fenomena seperti yang diungkapkan oleh saudara Irfan.
Hal yang seperti itu sudah menjadi keharusan bagi seorang esais. Melainkan disini saya lebih menekankan pada kritik dapat berfungsi dengan tegas menempatkan kecenderungan modern kritik-baru, dimana strukturalisme dan konstruksi, bukan humanisme universal semata ditempatkan didalam perspektif sosial dan historis, jadi tidak terkesan a-sosial dan a-historis.
Debat Nalar
            Dalam buku yang berjudul Fungsi Kritik karya Terry Eagleton (2003). Beliau menerangkan bahwa diantara beberapa faktor-faktor yang bertanggung jawab atas disintegrasi bertahap situasi publik klasik, ada dua hal yang relevan bagi sejarah kritik Inggris. Yang pertama bersifat ekonomis: selagi masyarakat kapitalis berkembang dan kekuatan-kekuatan pasar menjadi semakin menentukan nasib-nasib hasil sastra, tidak mungkin lagi mengandaikan bahwa “selera” dan “pengolahan” merupakan hasil dari dialog yang berbudaya dan debat nalar.
            Sedangkan alasan yang kedua bagi mundurnya ruang publik adalah bersifat politis. Seperti semua bentuk ideologis, ruang publik borjuis bertumbuh secara buta terhadap normanya sendiri. Oleh sebab itu perubahan dari perlindungan sastra ke hukum pasar menandai pergeseran dari keadaan dimana seorang penulis (esais) mungkin melihat pekerjaannya sebagai hasil pergaulan dengan mereka yang sejiwa kedalam situasi dimana “publik” sekarang tampak sebagai kekuatan anonim tetapi keras kepala, dan lebih sebagai objek daripada ko-subjek dari seni menulis.
            Oleh sebab itu debat nalar yang saya inginkan bermula dari tulisan saya yang berjudul Membongkar Nalar Kritis Mahasiswa, yang mana dalam persoalan parkiran dan intelektualitas mahasiswa harus menempatkan subjek yang terlibat didalamnya. Boleh saya ulangi pada usulan saya pada persoalan parkiran yaitu bagaimana kampus memperlakukan mahasiswa sebagai pelaku pengendara yang baik dengan memberikan sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang keberlangsungan kehidupan akademis yang lebih baik. Pemberian sepeda onthel baru kepada setiap mahasiswa baru supaya lahan parkiran tidak sesak dengan sepeda motor dan mobil.
          Kemudian daripada itu dalam menempatkan ko-subjek yang lainnya terdapat dalam tulisan saya yang berjudul Berpikir Kritis atau Apatis, yang mana lebih mempertanyakan secara reflektif supaya dapat berpikir kritis terhadap persoalan kepada penulis sebelumnya, tentang kesejahteraan bapak-bapak tukang parkir yang bergumul langsung dengan persoalan parkiran.
Bagaimana diwaktu pagi harus menata rapi motor yang berserakaran disaat mahasiswa berlarian menuju kelas masing-masing takut akan terlambat dalam proses belajar-mengajar. Dengan keringat yang mengucur deras harus menerima upah yang tidak sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Padahal beliau-beliau juga bagian dari karyawan di kampus. Kenapa dalam urusan gaji harus diserahkan pada Comanditee Venture (CV) dalam penanganannya. Apakah kampus tidak mampu untuk mengurus itu sendirian, lantas dimana peran dan fungsi perguruan tinggi yang didalammnya terdapat manusia bergelar tinggi? Aku mempertanyakan kembali pada semuanya.
Ingat, mahasiswa adalah agent of change dan agent of control, bukan aktor yang hanya menyederhanakan persoalan dengan jalan hanya memberikan argumentasi nakal semata. Konsekuensi jika mahasiswa ingin berfikiran seorang agent, seharusnya mulai dari sekarang menggunakan nalar berfikir yang logis dan sistematis. Dan masa kelam sejarah kritik Inggris klasik tidak terulang kembali dalam pertarungan gagasan yang sedang berlangsung saat ini. Supaya debat yang kita inginkan bukan debat kusir melainkan debat nalar. Mungkin begitu.
*Penulis adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
FKIP UMS
Dan Pengelola Taman Baca Masyarakat (TBM) Perisai Pena

Aku Mahasiswa Jilid 1



Mahasiswa dan Fotokopi
Oleh: Meri Santika Aprimanika*
            Mahasiswa tidak jauh dari istilah fotokopi. Mahasiswa dan fotokopi memiliki kaitan yang sangat erat, dan saling berhubungan. Dimana ada tempat fotokopi disitu pasti ada mahasiswa. Dan dimana ada universitas atau kampus, disekelilingnya pasti banyak sekali agen-agen fotokopi dengan berbagai label.
            Fotokopi adalah suatu hal yang sangat melekat terhadap diri mahasiswa, karena dimana mahasiswa mendapat tugas kuliah di situ akan selalu ada dan dapat dipastikan adanya lembaran fotokopi tugas-tugas tersebut. Entah tugas individu maupun tugas kelompok seperti di fakultasku sendiri.
            Setiap mendapat tugas dari dosen baik individu maupun kelompok, mahasiswa di haruskan untuk menggandakan hasil tugas itu sebanyak jumlah mahasiswa yang terdapat didalam kelas itu. Apalagi tugas untuk dipresentasikan; fotokopi adalah agenda wajib bagi mahasiswa.
            Tidak hanya ketika mahasiswa mendapat tugas saja, fotokopi adalah kegiatan wajib yang biasa dilakukan mahasiswa yang sering tidak mengikuti mata kuliah sebagai persiapan untuk ujian. Atau ketika mahasiswa merasa malas untuk mencatat materi mata kuliah tertentu dan memilih jalan pintas yaitu dengan fotokopi catatan teman lainnya.
            Bagi mahasiswa fotokopi materi mata kuliah dianggap lebih efisien dan sudah menjadi kebiasaan mereka dibanding dengan harus menulis catatan sendiri di buku. Apalagi biaya fotokopi tidak terlalu membebani mahasiswa, bahkan terbilang murah dan tidak terlalu mempengaruhi pengeluaran biaya (uang saku) mahasiswa.
            Jika sekedar selembar-dua lembar kertas. Tarif yang dibebankan berkisar Rp 250,00/lembar kertas fotokopi tidak berwarna. Dan hanya menambah sedikit koin rupiah untuk fotokopi berwarna.
            Jadi menurut saya pribadi, fotokopi bagi mahasiswa adalah sebuah kebutuhan sehari-hari untuk menghemat waktu dan beban mahasiswa. Bayangkan jika seorang mahasiswa mendapat tugas yang begitu banyaknya dan harus dipresentasikan kepada teman-teman mahasiswa lainnya dikelas. Sedangkan materi tersebut harus mampu dipahami oleh setiap mahasiswa lainnya.
            Dengan hanya menggandakan materi dengan cara fotokopi tersebut, terlebih dengan biaya yang sangat murah, akan mengurangi beban mahasiswa ketimbang mereka harus menyalin lagi materi tersebut sebanyak jumlah mahasiswa dalam kelas.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1


Mahasiswa dan Kantin
Oleh: Rr. Anisa Putri Ikhsani*
            Yang menjadi pertanyaan penting bagi mahasiswa pada zaman sekarang adalah apakah mahasiswa lebih sering mendatangi kantin ataukah perpustakaan? Nah, disini saya akan mengangkat dari kebiasaan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi dan Informatika (FKI) di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
            Menurut pengamatan dan pandangan saya sendiri kebanyakan di FKI lebih banyak berminat nongkrong di kantin daripada di perpustakaan. Setiap ada jam kuliah, berangkat ke kampus yang akan dituju pertama bukan kelas tetapi kantin. Setiap mata kuliah sudah selesai yang akan banyak dituju adalah kantin. Mengapa demikian?
            Sedangkan perpustakaan, mahasiswa yang berkunjung tidak lebih banyak daripada kantin. Apakah karena minat baca mahasiswa itu kurang? Ya, itu kembali pada pola pikir dan diri mahasiswa itu sendiri.
            Ya, tapi memang tidak ada salahnya pergi ke kantin untuk mengisi perut yang keroncongan. Tidak ada yang melarang juga dan tidak haram juga. Hanya untuk sekedar nongkrong sama teman-teman, berbincang-bincang. Tetapi kenapa mahasiswa dominannya akan kebanyakannya ke kantin dan ke perpustakaan jika hanya ada tugas saja, walaupun tidak bagi semua mahasiswa.
            Memang, kantin tempat yang menyenangkan, karena banyak makanan. Berbeanding terbalik dengan perpustakaan yang hanya terdapat rak-rak yang berisi penuh dengan buku-buku yang begitu tebal-tebal yang tidak dapat dimakan. Ya, hanya kita sendiri yang mengetahuinya.
            Tetapi lebih baiknya seimbang antara kedua-duanya. Ke kantin berangkat, ke perpustakaan juga berangkat. Tapi ke perpustakaannya lebih banyak daripada ke kantin. Karena kita juga mengetahui di kantin FKI itu harganya lebih mahal daripada kita membeli di warung makanan luar kampus, kantin mengambil banyak keuntungan dari mahasiswa, tetap juga masih banyak yang membeli, makanya harganya tidak di turunin.
*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1
Mahasiswa dan Kos
Oleh: Luqman Ilham Prihadi*
            Mahasiswa luar kota yang kuliah di salah satu kota yang ia hijrahi pasti tidak luput dari kos. Karena mahasiswa pasti akan kos jika itu mereka kuliah di luar kota. Teman saya satu kampus dan satu kelas di Ilmu Komunikasi UMS yang bernama Dodik Arif Esa Nugroho yang berasal dari Ngawi, yang kuliah di UMS memang di Solo ini dia kos.
Atau teman saya atau yang lebih dikenal dengan pimpinanku di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yaitu Akmam Yuniar yang berasal dari Pemalang yang juga kos di belakang Relasi (pusat perbelanjaan). Atau Reza Ulva Tamimi yang berasal dari Purwodadi juga kos bersama teman-temannya.
            Mahasiswa luar kota pasti tidak luput dengan kos, atau kalau tidak ikut bersama saudaranya. Sungguh sangat kasihan mahasiswa yang bertempat tinggal di kos. Apabila sudah memasuki tanggal tua pasti mereka akan kebingungan karena uang mereka menipis bahkan habis sama sekali dan mereka pasti tidak dapat membeli makanan.
Berbeda dengan mahasiswa yang sering pulang ke rumah atau biasa disebut anak rumahan, makan mereka terjamin, uang mereka juga kalau habis bisa minta lagi dan langsung dapat uang.
            Dalam kos juga mahasiswa bebas mengkespresikan apapun yang ada dalam otak mereka, entah itu mau melukis kamar, atau berbuat sesuatu di kos, berbuat sesuatu disini dalam arti hal yang positif, misalkan merokok, makan, setrika, belajar dll.
Orang yang mampu untuk membayar kos sendiri pastinya dia adalah mahasiswa yang mempunyai penghasilan sendiri, ataupun dia rajin menabung.
Banyak para mahasiswa khususnya mahasiswa UMS yang notabene dari luar kota pasti akan kos dan membiayai kehidupan dan penghidupannya sendiri. Karena hal tersebut menjadi budaya turun temurun yang sudah ada pada zaman dulu waktu perkuliahan sudah ada, begitulah sedikit gambaran tentang mahasiswa dan kos.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1
Mahasiswa dan Indomaret
Oleh: Adya Rosyada Yonas*
            Sebagai seorang mahasiswa yang berasal dari luar kota, tinggal di daerah perantauan adalah suatu tantangan tersendiri. Sebagai seorang mahasiswa, kita dituntut untuk dapat memanajemen semua hal sendiri. Salah satunya adalah masalah keuangan.
            Setiap mahasiswa memiliki latar belakang keuangan yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah dan kelas ekonomi bawah. Saya pribadi berasal dari kalangan biasa saja.
            Yang berarti harus dapat memanajemen keuangan sebaik mungkin. Salah satunya dengan cara berbelanja di tempat yang terjangkau. Salah satunya adalah di Indomaret. Menurut saya, sebenarnya berbelanja di Indomaret itu lumayan mahal dibandingkan minimarket kecil lainnya.
            Tapi itu sebenarnya tergantung sepintar-pintarnya kita memilih barang yang akan dipilih. Memang rata-rata yang dijual di Indomaret mahal. Namun tak jarang juga Indomaret mengadakan promo-promo barang murah.
            Disitulah kita seharusnya dapat dengan cermat membuat strategi berbelanja. Ketika ada promo barang murah (misal; beli 2 gratis 1). Kita sebagai mahasiswa alangkah lebih baiknya bila membeli.
            Namun perlu digaris bawahi bahwa barang tersebut adalah barang yang kita butuhkan. Jika barang tersebut dinilai kurang penting sebaiknya kita tidak membelinya. Dengan cara tersebut mungkin kita dapat lebih menghemat biaya pengeluaran kita.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1

Mahasiswa dan Alfamart
Oleh: Nabila Ikrima*
            Mahasiswa artinya adalah siswa yang maha. Maha itu artinya tinggi. Jadi mahasiswa menurut saya adalah siswa yang berderajat tinggi. Yang mempunyai nilai lebih tinggi. Istilah mahasiswa hanya terdapat di Indonesia. Karena di luar negeri semua tingkatan orang yang menuntut ilmu disebut ‘student’. Jadi seharusnya mahasiswa punya nilai yang lebih daripada murid yang belajar di tingkat universitas di luar negeri.
       Banyak sekali kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa. terlepas dari kewajibannya selain belajar, mahasiswa juga melakukan kegiatan lain seperti berolahraga, bermain game dan belanja. Disini kita mengangkat wacana tentang mahasiswa dan alfamart. Maka disini kita menarik hubungan antara keduanya. Salah satu kebutuhan mahasiswa yaitu berbelanja.
            Karena mahasiswa tidak akan terlepas dari kebutuhan membeli sesuatu. Dan salah satu tempat untuk berbelanja yaitu alfamart. Di alfamart mahasiswa bisa mendapatkan apa-apa saja yang dibutuhkannya. Seperti alat mandi, alat tulis dan makanan. Adanya alfamart menjadi suatu hal yang sangat menguntungkan bagi mahasiswa. Karena alfamart sudah ada dimana-mana, jadi mahasiswa menjadi lebih mudah untuk menjangkaunya.
       Menurut pengamatan saya, alfamart yang berlokasi di dekat mahasiswa akan mempunyai konsumen yang lebih banyak mengingat jumlah mahasiswa yang tidak sediki. Dan hal itu yang sangatlah menguntungkan bagi alfamart. Alfamart memang sangat menguntungkan bagi mahasiswa. Tetapi disisi lain ketika kita melihat dari harga-harga barang yang dijual di alfamart dibanding dengan toko biasa. Harga di alfamart relatif lebih mahal.
       Tapi terkadang mahasiswa tidak terlalu peduli dengan hal itu. Terkadang justru hanya memikirkan tempat belanja yang disana dia bisa mendapatkan yang ia mau. Salah satunya alfamart. Tetapi kalau dilihat dari sisi tingkat harga yang terlalu mahal. Alangkah baik apabila mahasiswa tidak selalu bergantung dengan alfamart. Karena dengan memadukan berbelanja antara di alfamart dan toko biasa. Itu akan lebih menghemat biaya mahasiswa. Selain itu juga alfamart sebenarnya adalah pasar monopoli.
            Menurut saya karena setelah alfamart menyebar dimana-mana, toko-toko biasa yang ada dimana-mana mulai tidak dilirik oleh pembeli dan akhirnya mulai gulung tikar satu per satu. Maka adanya alfamart, menurut saya itu salah satu yang membuat peluang keuntungan penjual toko biasa menjadi lebih sedikit.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1      


Mahasiswa dan Cinta
Oleh: Dodik Arif Esa N*
            Mahasiswa dan cinta dalam dunia perkuliahan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Karena di masa-masa inilah terkadang cinta yang sejati bisa ditemukan. Tidak bisa dipungkiri setiap mahasiswa pasti pernah merasakan cinta. Kehidupan mahasiswa yang penuh realita ataupun drama menjadikan mahasiswa sebagai tempat bernaungnya cinta-cinta yang ada. Banyaknya kegiatan mahasiswa yang melibatkan perasaan dan emosional mengakibatkan dirinya untuk mencari-cari tempat beristirahat, tempat mencurahkan perasaan, tempat bersandar. Dan cinta itulah yang diinginkan untuk mendudukinya.
            Banyak kasus dan kejadian tentang mahasiswa dan cinta yang senantiasa menghiasi kehidupan kampus. Setiap orang pasti pernah merasakan cinta ketika menjadi mahasiswa, dan terkadang mahasiswa melakukan banyak cara untuk menemukan cinta di kala menjadi mahasiswa. cinta dikalangan mahasiswa terkadang membuat gila. Bagaimana tidak? Karena kehidupan mahasiswa yang bebas ini membuat mahasiswa dan cinta melakukan hal yang gila.
            Cinta bisa menjadi semangat dorongan, kemauan, motivasi untuk mejadi lebih baik bagi mahasiswa. Namun terkadang cinta juga bisa menjadi racun atau pil pahit karena cinta yang gagal atau yang kandas bisa menjadi mahasiswa melakukan hal bodoh, kurang semangatnya diri bisa dikatakan hal atau buruknya cinta. Karena mahasiswa juga remaja yang sebagian tidak dapat mengontrol cinta. Memang sangat indah bila membicarakan cinta, cinta adalah sesuatu yang sangat ambisius bagi mahasiswa. Jika mahasiswa tidak bisa merasakan cinta itulah mahasiswa yang saya pikir merugi.
            Dewasanya mahasiswa saya rasa adalah sesuatu yang bermodal untuk mendapatkan apa yang namanya cinta. Karena cinta dikalangan mahasiswa tidak seperti cinta di kalangan anak SMP/SMA ataupun anak sekolahan tingkat rendah. Karakter mahasiswa yang beragam dan memiliki banyak latar belakang. Dan mahasiswa serta cinta merupakan suatu paket ketika kita terjun di dunia mahasiswa. maka jangan sia-siakan kehidupan yang seharusnya indah saat mahasiswa. Karena kata orang hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1
Mahasiswa dan Buku
Oleh: Luxy Nabela Farez*
            Terkait hal yang bersangkutan dengan mahasiswa dan buku. Kita perlu mengetahui apa itu mahasiswa dan apa itu buku dengan fungsi setiap definisi masing-masingnya.
            Perlu kita ketahui bahwa mahasiswa bukan lagi sekedar siswa yang hanya mampu untuk diatur secara otoriter oleh diktator (guru). Mahasiswa bukan lagi sekedar siswa yang hanya bisa dicekoki doktrin-doktrin pembodohan oleh oknum-oknum yang bertanggung jawab. Dalam artian, seorang mahasiswa adalah sosok yang harus dan wajib mengerti dirinya sendiri dan ranah gerak apa yang harusnya di ejawantahkan oleh diri mahasiswa itu sendiri.
            Terkait dengan adanya mahasiswa, ada satu hal yang selayaknya tidak diperbolehkan lepas dari ranah ataupun sepak terjang seorang mahasiswa hal itu adalah buku. Keberadaan buku dinilai sebagai satu peran penting bahkan menjadi hal pokok dalam konsumsi mahasiswa.
            Dapat dikatakan penting dan pokok dalam perannya sebagai buku, karena buku adalah sumber pembuka ilmu pengetahuan atau cakrawala pengetahuan dan jendela dunia. Dalam memaknai suatu hal dan menjabarkan suatu hal terkait dengan teori-teori yang telah ada, buku memiliki peran yang sangat besar di dalamnya.
            Selain menjadi sumber ilmu pengetahuan, bukupun menjadi sumber referensi berkualitas bagi seorang mahasiswa. terkait dengan adanya mahasiswa dan buku, dapat ditarik kesimpulan secara garis besar bahwa kedua saling terkait erat dan menguntungkan masing-masing unsur atau dapat dikatakan saling bersimbiosis mutualisme.
            Akan tetapi, realitas yang ada saat ini, mahasiswa dan buku mengalami degradasi yang sangat tajam. Terkait halnya dengan sebuah budaya mulia didalamnya yaitu “membaca”. Mahasiswa, buku dan budaya membaca adalah faktor yang saling berhubungan. Tanpa adanya kemauan ataupun paksaan membaca, buku takkan terjamah oleh tangan-tangan mahasiswa itu sendiri yang empunya buku.
            Perlu ditekankan bahwa dalam mencetak generasi muda yang berkualitas dan cendekiawan yang berpengatuhan luas, perlu adanya keluasan cakrawala pengetahuan. Dan keluasan cakrawala pengetahuan dapat dicapai dengan adanya budaya membaca untuk lebih menunjang dalam perluasan pengetahuan khususnya oleh mahasiswa.
            “Banyak baca, dunia pun berada di tangan kita”. Kalimat tersebut perlu dihayati dengan baik, karena budaya membaca kini semakin tergerus oleh kerasnya zaman globalisasi seperti sekarang ini, yang semakin hari semakin menggantungkan diri dengan teknologi dan gadget.
            Perlu diketahui pula segala sesuatu didunia ini memiliki dampak positif dan negatif masing-masing. Untuk mengendalikan dampak-dampak yang ada, dapat dikembalikan kepada diri masing-masing mahasiswa, demi mencetak generasi muda yang memiliki intelektualitas yang berkualitas dan cendekiawan dengan adanya buku dan budaya membaca yang baik, maka dunia akan dapat kita genggam. Mari membaca!
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1


Mahasiswa dan Makanan
Oleh: Dewi Puspita JS*
            Hubungan antara mahasiswa dengan makanan itu cukup erat. Mengapa? Karena mahasiswa itu manusia, dan manusia itu membutuhkan makanan. Bukti nyata bahwa mahasiswa membutuhkan makanan adalah dengan adanya kantin yang ikut meramaikan sudut-sudut kampus.
            Yang disebut sebagai mahasiswa disini adalah semua orang yang menuntut ilmu dijenjang perkuliahan. Mahasiswa ada dua macam, yaitu mahasiswa yang dalam perantauan dan mahasiswa yang rumahnya masih disekitar atau masih dekat dengan kampus. Bagi keduanya, makanan itu adalah hal yang penting. Terutama bagi mahasiswa yang bertempat tinggal di kos atau kontrakan. Pencarian makanan adalah hal yang harus sangat dipertimbangkan. Dari segi harga, biasanya itu yang dijadikan pokok pertimbangan yang pertama. Karena mereka memiliki alasan, yaitu HEMAT! Kata itu saya rasa cukup melekat erat bagi mahasiswa perantauan. Tapi masih ada juga beberapa mahasiswa yang acuh pada harga makanan.
            Yang kedua yaitu dari segi rasa. Ada yang berpendapat bahwa makanan di sekitar kampus atau kos/kontrakan itu tidak enak. Jadi bagi mahasiswa yang lebih mengutamakan harga, rasa dari sebuah masakan atau makanan itu dijadikan acuan yang kedua.
            Selain cita rasa tentunya ada pertimbangan yang lainnya yang harus dipertimbangkan. Yaitu kualitas atau kehigienisan makanan dari makanan tersebut. Kerena makanan yang bersih akan berdampak positif.
            Bagi anak kos itu yang terpenting dalam menentukan makanan, rumusnya adalah harga murah, porsi banyak, rasa enak dan higienis. Itu yang diharapkan makanan dari anak kos. Ini terjadi karena tuntutan keadaan. Salah satunya karena mungkin jadwal pengiriman uang dari orang tua terbatas dan terlambat. Demikian.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1

Mahasiswa dan Perpustakaan
Oleh: Bintoro Arif B
            Zaman sekarang sudah berubah ke zaman globalisasi. Semuanya terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang sangat drastis. Contohnya yaitu mahasiswa-mahasiswa di era sekarang telah dipengaruhi oleh perubahan yang menjadikan mahasiswa-mahasiswa sekarang yang kurang berkompeten. Banyak mahasiswa sekarang yang hanya kuliah, pulang, nongkrong, main dan lain-lain, yang itu semua bagiku kurang ada bermanfaat.
Dan ada juga pula mahasiswa sekarang kurang ingin untuk melakukan yang namanya minat baca, padahal minat membaca itu sangat penting untuk menambah wawasan pengetahuan seorang mahasiswa. Supaya mahasiswa mempunyai ilmu yang berkualitas dan wawasan yang luas. Semua universitas telah menyediakan fasilitas untuk membaca yaitu perpustakaan, maka dari itu pergunakanlah fasilitas yang sudah disediakan itu dengan sebaik-baiknya. Karena kualitas seseorang membaca dan orang yang tidak suka membaca itu sangat berbeda jauh.
            Di perpustakaan juga sudah disediakan buku-buku yang berkualitas. Ingin mencari buku yang berpengarang terkenal-sampai yang belum terkenal sebagian sudah tersedia. Jadi kalau mahasiswa ingin mencari buku yang diinginkan tidak harus repot-repot membeli ke toko buku. Mahasiswa harus diajarkan hidup hemat. Dan juga kita sebagai mahasiswa harus membudayakan kebiasaan membaca buku. Semoga dengan sering kita datang ke perpustakaan dan sering membaca buku maka kita akan mendapatkan apa yang ingin dicari.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1


Mahasiswa dan Futsal
Oleh: Ridwan Yoimanto*
            Mahasiswa adalah seorang individu yang mempunyai pola pikir yang sudah atau telah dewasa, baik secara formal maupun non-formal. Mahasiswa yang diambil dari kata maha dan siswa, memiliki arti maha yaitu seuatu yang besar dan siswa yaitu seorang pelajar, jadi mahasiswa adalah seorang pelajar yang mempunyai jiwa besar.
            Futsal adalah salah satu olahraga terfavorit dalam beberapa tahun belakangan ini, banyak orang yang suka atau sering pada olahraga ini. Mulai dari anak kecil, orang dewasa, anak sekolahan maupun mahasiswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa belakangan saat ini mahasiswa yang senang pada olahraga futsal ini semakin hari semakin bertambah banyak. Mengingat tempatnya yang kebanyakan indoor atau berada dalam ruangan, futsal bisa menjadi salah satu olahraga pilihan yang baik ketika cuaca sedang tidak bersahabat atau sedang hujan.
            Namun dalam masalah ini, ada beberapa hal yang membuat olahraga futsal menjadi hal yang mengganggu mahasiswa yaitu
·         Banyak mahasiswa yang lebih senang meninggalkan atau menunda tugasnya demi futsal
·         Lebih memilih bermain futsal pada malam hari dengan alasan agar tidak merasa gerah atau kepanasan saat bermain futsal pada siang atau sore hari
Dari dua buah contoh diatas saja dapat dilihat bahwa mahasiswa mengambil suatu resiko yang menurut saya sangat besar dampaknya, dalam waktu yang dekat atau lama.
Kita lihat yang nomor satu, kebaanyakan mahasiswa yang lebih mementingkan futsal ketimbang tugas-tugasnya atau bahkan mata kuliahnya, dan menurut saya akibatnya cukup lumayan, mulai dari tidak dapat nilai dari tugasnya yang tidak dikumpul, atau mendapat nilai yang kurang karena terlambat mengumpulkan tugas.
Bukannya bermain futsal itu dilarang, tetapi harus bisa membagi waktunya dengan baik. Utamakan yang lebih penting dahulu, atau kerjakan terlebih dahulu tugas, ikuti terlebih dahulu mata kuliah, setelah itu baru bisa bermain futsal. Sehingga ketika kita pulang dari bermain futsal, pasti kita merasakan kecapekan yang akhirnya membuat kita kita malas untuk mengerjakan sesuatu. Karena pada awal tadi kita telah mengerjakan atau mengumpulkan tugas, jadi kita bisa beristirahat dengan tenang tanpa harus memikirkan tugas yang belum terkumpulkan atau yang belum dikerjakan.
Jadi sebagai mahasiswa harus bisa membagi waktu antara urusan-urusan perkuliahan dan waktu bermain futsal, sehingga akhirnya tidak ada yang dirugikan pada akhirnya nanti.
*Penulis adalah mahasiswa Teknik Informatika UMS
Semester 1 

Mahasiswa dan Mata Kuliah
Oleh: Khoirul Hudoh*
            Sudah kita ketahui bahwa mahasiswa tak luput dengan pembahasan mata kuliah. Mahasiswa sebagai orang yang terpelajar, yang mempunyai gagasan-gagasan ataupun pemikiran-pemikiran yang logis terhadap suatu persoalan. Kehidupan mahasiswa di kampus tidak hanya masuk kelas, untuk kuliah mendengarkan dosen yang cerewet, bermain internet diwaktu yang senggang ataupun yang lainnya. Akan tetapi mereka pasti mempunyai tujuan tertentu setiap individu masing-masing.
            Sedangkan pada konteks kali ini, pembahasannya ialah mengenai mahasiswa dan mata kuliah. Pasti tak asing lagi buat mahasiswa itu tersendiri. Mata kuliah bagi mahasiswa itu pasti mempunyai persepsi sendiri-sendiri setiap individunya dalam memaknainya.
            Dalam kurun waktu yang berbeda mahasiswa akan berbeda dalam menyikapi suatu mata kuliah tertentu. Terkadang pada minggu pertama mata kuliah A mahasiswa suka, karena adanya ketertarikan pada materi yang disampaikan oleh dosen dari mata kuliah tersebut. Dan pada saat minggu kedua bisa-bisa mahasiswa menyikapi maata kuliah A menjadi membosankan, karena penyampaian materi kuliah oleh dosen kurang menarik dan terkesan monoton.
            Dalam hal ini merupakan sebuah perspektif mahasiswa terhadap mata kuliah yang berbeda, karena adanya pengaruh waktu dan kondisi yang menyebabkan faktor terjadinya penyikapan mata kuliah.
            Pada dasarnya mahasiswa bisa menyikapi atau mempunyai pendapat yang berbeda tersebut, karena dipengaruhi oleh pemikiran mereka sendiri. Karena pemikiran merekalah yang akan membuat hati mempunyai rasa yang berbeda terhadap perspektif tentang mata kuliah dalam kurun waktu yag berbeda. Dan sejatinya rasa yang dimilikinya itu sama terhadap pemikiran tentang mata kuliah, tetapi yang menjadikan perbedaan itu hanyalah waktu dan kondisi.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1

Mahasiswa dan Dosen
Oleh: Dwi Latifatul Fajri*
            Dosen dan mahasiswa saling berkaitan dengan mahasiswa. Mahasiswa yang ingin mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang tinggi misalnya harus taat pada aturan, sering ngampus dan tentunya memperhatikan dosen ketika sedang mengikuti aktivitas belajar mengajar.
            Seringkali ada rasa ketidakcocokan antara mahasiswa dan dosen. Kebanyakan dosen menginginkan mengajar mahasiswa dengan baik dan mata kuliahnya dapat diserap oleh mahasiswa, namun ada juga dosen yang hanya mengajar tanpa memikirkan mahasiswanya bolos mata kuliah atau tidak mengerti mata kuliahnya sama sekali.
            Jadi, apa sebenarnya hubungan dosen dengan mahasiswa. Dosen adalah guru besar dan biasanya sarjana S2 dan S3. Dosen berbeda dengan guru sekolah sebelum kuliah. Sementara mahasiswa adalah siswa yang paling tinggi tingkatannya setelah lulus SMA/SMK/MAN. Dosen adalah pengampu yang biasanya mengajari mata kuliah di kampus.
            Ada beberapa tipe mahasiswa yang berpengaruh terhadap dosennya. Pertama mahasiswa yang aktif, rajin bertanya dan nilai dari mata kuliahnya bagus sehingga dosen menyukai mahasiswa tersebut dan bisa saja mahasiswa mahasiswa itu menjadi asisten dosen membantu kerja dosen. Kedua tipe mahasiswa yang setengah-setengah, maksudnya dia tidak menonjol di kelas, sering tidur di kelas, bahkan terkadang sering titip absen pada temannya. Namun terkadang dia juga masuk mata kuliah walau dia tidak aktif dalam perkuliahan dan IPK juga sedang. Biasanya dosen acuh tak acuh pada mahasiswa ini, tapi jika dosen killer (pembunuh) kemungkinan si dosen akan membubuhkan nilai buruk pada mahasiswa ini karena sering bolos, nilai ujiannya jelek atau ketahuan mencontek ketika ujian.
            Ketiga tipe mahasiswa yang biasa disukai dosen atau si dosen tidak menyukainya. Biasanya tipe ini anak yang ikut organisasi atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus. Mahasiswa ini bisa dibilang super sibuk atau sok sibuk tergantung perilaku mahasiswa itu sendiri. Tipe mahasiswa ini ada 2, yang pertama dia tipe anak rajin. Walaupun dia harus membagi waktu mengikuti organisasi mahasiswa namun dia berhasil dalam membagi waktu belajar dengan baik sehingga dia berhasil menunjukkan prestasi dalam organisasi yang ia geluti, dan nilai IPKnya juga bagus. Biasanya dosen menyukai mahasiswa ini.
            Tipe kedua dari mahasiswa yang mengikuti organisasi mahasiswa yang beralasan dirinya sok sibuk yaitu mahasiswa ini biasanya beralasan ada tugas atau kerjaan di organisasinya, sehingga dia membolos mata kuliah tertentu. Memang dia memanfaatkan kegiatan organisasi dan membolos tapi dia bahkan tidak aktif dalam berorganisasi dan IPKnya juga tidak memuaskan, karena dirinya tidak mampu membagi waktunya dan menyiakan waktunya. Tipe inilah yang tidak disukai oleh dosen. Karena dosen adalah pembimbing untuk menjadikan mahasiswa yang mampu mengubah bangsa dan negara, maka hubungan dosen dan mahasiswa harus bersinergi satu sama lain.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1

Mahasiswa dan Facial
Oleh: Dewi Zakiniyati*
            Di jaman sekarang yang semakin modern banyak kalangan masyarakat khususnya mahasiswa yang merawat wajahnya dengan perawatan wajah yaitu biasa disebut facial. Mereka menggunakan perawatan itu karena mereka sudah memiliki rasa ingin merawat diri menjadi lebih cantik dan lain-lain. Kebanyakan mahasiswi merawat wajahnya dengan cara facial, ada juga mahasiswi merawat wajahnya secara alami atau memakai sabun cuci muka. Perawatan wajah juga tumbuh dari masing-masing mahasiswi, ada yang bersemangat ke tempat skin care untuk merawat wajahnya, ada juga yang tidak peduli dengan wajahnya dan itu hanya memakai sabun cuci muka atau malah mungkin tidak memakai apapun, hanya cuci muka dibasuh air bersih saja. Tetapi itu semua bisa dilihat dari kulit wajah masing-masing mahasiswa tersebut. Ada yang norrmal, berjerawat, berminyak, sensitif dan lain-lain. Sebagai contoh saya mengambil contoh dari teman-teman saya. Ada teman saya yang merawat wajah dan facial di skin care Ella di Solo. Karena dia pikir dia butuh buat merawat wajahnya agar tidak menimbulkan banyak jerawat. Ada lagi teman saya yang merawat wajah dan facial di Larissa Solo, dia bermasalah pada wajahnya yang sensitif, jadi dia mengambil cara dengan perawatan di Larissa Solo. Ada juga yang merawat wajah dan facial di AA skin care, dia disana hanya facial dan membeli krim siang dan krim malam agar wajah dia terlihat cerah dan indah dipandang mata. Dan ketiga teman saya itu memiliki masalah pada wajah yang berbeda-beda. Tetapi kita kembalikan lagi kepada mereka. Mereka pasti mempunyai alasan lain kenapa mereka memilih facial untuk merawat wajah.
            Facial itu bisa dikatakan pemijatan wajah, karena salah satu stepnya dengan cara memijatkan wajah dan menjadikan wajah kita rileks dan ringan. Setelah itu kita dipakaikan masker sesuai dengan wajah masing-masing. Ditunggu sekitar sepuluhan menit. Lalu diambillah masalah yang ada diwajah itu, ada komedo dihidung yang jika dikeluarkan menggunakan alat dan dipijat itu terasa sakit, mengambil jerawat yang ada diwajahnya juga bisa. Tetapi akhirnya bisa berdarah dikit atau membekas. Jangan khawatir semua akan kembali seperti semula dengan jangka waktu sehari sampai dua hari. Dengan begitu wajah kita terlihat lebih bersih dan cerah. Bisa ditambahkan juga dengan krim siang dan malam. Atau jika ingin terhindar dari jerawat bisa memakai serum dan itu digunakan malam hari bersamaan dengan krim malam hari. Krim malam berfungsi memutihkan wajah dan krim siang berfungsi untuk melindungi wajah dan panasnya sinar matahari. Tetapi itu kembali lagi lihat tempat skin care tersebut, ada banyak skin care yang mempunyai keunggulan tersendiri soal krim siang dan malam sesuai dengan kemauan kita juga bisa, ingin tinggi tingkat keputihannya bisa memakai krim siang yang dosisinya tinggi. Jika tingkat keputihan wajahnya biasa bisa menggunakan krim pagi yang mengandung dosis yang rendah. Dengan adanya facial di skin care ini, menguntungkan mahasiswi yang ingin mendapatkan wajah yang indah dan cerah. Dan menjadikan mahasiswi menjadi cantik. Dan menguntungkan skin care tersebut. Tetapi harapan dari mahasiswi ini dengan maraknya pemakaian facial jangan sampai merugikan konsumen yang berniat membenahi wajahnya. Atau krim pagi dan malam jangan juga menggunakan bahan yang tidak baik untuk kulit wajah. Sekian tulisan saya ini, terimakasih.
*Penulis adalah mahasiswa Teknik Informatika UMS
Semester 1

Mahasiswa dan Organisasi
Oleh: Yuananda Elok*
            Keterkaitan mahasiswa dengan organisasi adalah disetiap fakutlas atau perguruan tinggi pasti mempunyai UKM atau organisasi. Seperti di UMS ini yang mempunyai berbagai organisasi, seperti organisasi IMM yang saat ini sedang saya ikuti. Ada juga UKM diantaranya yaitu Unit Bola Basket (UBB), futsal dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan seperti ini dapat menambah pengalaman, menambah pertemanan dan juga bisa mengikuti kejuaraan-kejuaraan daerah ataupun nasional untuk UKM yang fokus pada minat dan bakat. Organisasi IMM misalnya dapat menambah wawasan, menjadikan pribadi yang mandiri dan berakhlak mulia. Selain IMM juga terdapat organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM) yang mencakup dengan hubungan dengan tugas kuliah dan mata kuliah. Mahasiswa dan organisasi juga bisa menambah keilmuan kita, dengan adanya organisasi di universitas dapat membantu kita juga dalam menuju dakwah, jalan menuju Allah. Kita bisa bersosial dengan menampung aspirasi mahasiswa dan melakukan bakti sosial.
            Mahasiswa dengan organisasi mereka saling berkaitan. Tanpa adanya oganisasi di kampus, tidak akan mungkin terselenggerakannya kegiatan-kegiatan yang butuh sokongan dari pihak mahasiswa. Tanpa adanya mahasiswa tidak akan mungkin terbentuknya suatu organisasi, yang mana kata sebuah organisasi bisa terwujud jika adanya struktur, AD/ART, anggota dan lain-lain. Namun dengan adanya organisasi berarti tidak harus kita tidak bisa memanagement waktu sebaik mungkin. Bagaimanapun juga mahasiswa harus mendahulukan apa yang wajib serta menjadikannya kebutuhan utama. Ada juga organisasi yang harus memakan waktu sampai larut subuh hanya untuk sebuah rapat, maka dari itu kita harus benar-benar bisa memanagement waktu sebaik mungkin.
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS
Semester 1