Sabtu, 14 Februari 2015

Krisis Negara


Oleh: Adhitya Yoga Pratama*
            Dewasa ini, negara-dan negara yang dimaksudkan disini adalah negara nasional yang berdaulat-adalah sesuatu yang diperlukan tetapi yang sekaligus tidak memadai. Negara adalah suatu instrumen yang sangat diperlukan untuk melaksanakan banyak hal, untuk memberikan pelayanan, dan untuk menangani banyak masalah nyata. Tetapi negara, sekaligus juga tidak memadai untuk mengatasi banyaknya masalah kehidupan dan kematian lainnya yang dihadapi penduduknya. Tidak satu negara pun dewasa ini dapat melindungi kehidupan warga negaranya bila ia terlibat dalam perang melawan korupsi, atau melindungi warga negaranya dari keracunan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang terjadi didalam batas-batas wilayahnya. Tidak satu negara pun dapat melindungi ekologi dunia dari ancaman bencana alam dan atmosfir dari bahaya panas global. Tidak pula ada suatu negara pun yang dapat memecahkan masalah pertumbuhan penduduk dunia, kekurangan bahan baku, energi, dan pangan. Dalam semuanya itu, alasan pertama dan utama pemerintah-untuk melindungi kehidupan warga negaranya adalah suatu ilusi.
            Dari kondisi ini dan kondisi lainnya muncullah krisis negara modern. Dalam krisis negara modern ini kita dapat namakan sebagai situasi yang mempunyai tiga karakteristik: keadaan hubungan yang tidak lagi dapat di pertahankan, atau dalam waktu dekat tidak dapat lagi dipertahankan tidak diketahui atau tampaknya tidak dapat dilaksanakan, karena diabaikan, kurangnya sarana, kurangnya konsensus, atau tekanan kepentingan yang menetralka; dan pencarian akan semacam pola yang aktif dan praktis, yang pemapanannya dalam praktek dan keputusan yang berhubungan dengan tugas ini harus dilaksankan secara cepat dan mendesak. Sedangkan tidak tersedia banyak waktu untuk memecahkan bahaya ini. Para ahli dapat mengamati dan sebagian memperhitungkan banyak aspek krisis dihadapan kita. Semakin banyak orang merasakannya melalui instuisi atau pengalaman. Dalam situasi krisis ini, pengembangan teori negara yang lebih memadai menjadi tugas yang sangat penting. Terlebih jika kita menengok kembali perseteruan antar lembaga hukum di negeri ini (KPK dan Polri).
            Dalam melihat kasus tersebut pendekatan teoritis yang diketengahkan disini adalah dengan menguraikan struktur dan fungsi negara, dan membagi struktur kedalam unsur struktural utama, serta kelas fungsi kedalam fungsi dan tujuan. Struktur negara jika melihat kasus KPK dan Polri ini dapat dibagi kedalam kelompok: orang-orang bersenjata dan perlengkapan mereka, yang diorganisasi sebagai kekuatan militer atau polisi; para pengambil keputusan, legislator, dan penguasa dalam peran yang kurang lebih purna waktu; personal sipil dan perlengkapan mereka, yang diorganisasi dalam pelayanan administrasi dan koordinasi, legislator dan para pengambil keputusan lainnya, militer dan sipil, hakim dan pegawai pengadilan; serta penduduk yang mematuhi negara hukum sampai kadar tertentu yang memungkinkan negara dapat berfungsi, saling pengaruh ketaatan rakyat dengan kekuasaan negara dan pelayanan negara inilah yang merupakan esensi negara.
            Fungsi negara ditandai oleh pluralitasnya. Yang kita maksud dengan fungsi ialah suatu proses yang bertugas memelihara suatu sistem yang lebih besar dimana ia jumpai, atau untuk membantu mengejar tujuan suatu sistem. Sejauh mengenai tujuan ini maka suatu proses dinamakan fungsional, dan disebut disfungsional bila tujuan bertentangan dengan arah yang diinginkan. Sedangkan kalau kita melihat fungsi negara dalam menangani kisruh KPK dan Polri ini adalah tidak ada pemeliharaan tatanan dan prediktabilitas dalam masyarakat-pemeliharaan pola menurut istilah Talcot Parsons-terhadap ancaman luar dan ancaman didalam. Justru kebalikannya adalah sangat penting. Karena dalam masyarakat yang timpang ada beberapa kelompok atau kelas sosial yang lebih makmur atau mempunyai hak yang lebih istimewa dari kelas lainnya, maka untuk memelihara tatanan ini negara juga memelihara hak istimewa kelompok atau kelas. Pada gilirannya hal ini mungkin pula didukung oleh kelompok dan kelas yang punya hak istimewa tadi dan berbagai beberapa personalnya dengan mereka.
Negara Sebagai Struktur Penggabung Fungsi
            Untuk menghasilkan negara yang transformatif perlu kiranya negara sebagai struktur penggabung fungsi. Struktur penggabung fungsi dapat diartikan sebagai seperangkat unsur yang relatif stabil, bersama dengan seperangkat hukum yang menggambarkan kemungkinan kombinasi dan transformasi unsur itu, serta seluruh kelompok transformasi yang dihasilkan unsur-unsur dan hukum-hukum tersebut. Dalam kasus kisruh KPK dan Polri seyogianya dapat dikelola dengan penyederhanaan: dalam setiap masyarakat, fungsi yang berbeda tidak akan sama pentingnya dan dapat digolongkan menurut arti pentingnya sebagaimana diukur atau ditaksir berdasarkan waktu, perhatian, atau sumber yang diberikan pada masing-masing fungsi itu, atau berdasarkan persentase variansi aktivitas negara yang diamati, yang dapat diterangkan oleh fungsi itu.
            Singkatnya, penegakan hukum hanya akan dapat dijalankan bila ia diarahkan melawan beberapa orang yang korup dan didukung oleh ketaatan banyak orang, biasanya setidak-tidaknya oleh mayoritas, dan ada dukungan aktif dari setidak-tidaknya sekelompok besar penduduk. Kemungkinan keberhasilan penegakan hukum juga cenderung menurun karena adanya jarak sosial atau jarak budaya dan ekonomi, sehingga menyumbang terhadap krisis negara. Keterbatasan kemampuan organisasi negara dalam menghadapi krisis ini dapat menyebabkan beban yang berlebihan pada tingkat pemerintah pusat atau pada administrasi regional dan lokalnya. Semakin banyak hubungan ekonomi dan politik serta konflik nyata dan potensial terjadi dengan negara-negara atau rakyat lainnya, maka semakin mungkinlah negara tersebut mengabaikan masalah penduduknya yang menduduki ranking rendah dalam skala prioritas, dan yang karenanya, marjinal dalam urutan kepentingan negara, secara politis dan ekonomis.
Di sini kita dapat berbicara mengenai “hukum penurunan perhatian dan ketanggapan” terhadap kebutuhan komponen-komponen marjinal dari negara “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Perhatian yang menurun inilah dan penurunan selanjutnya dalam prestasi pemerintah serta pelayanan terhadap daerah dan penduduk marjinal yang akan cenderung mengurangi loyalitas dan meningkatkan perlawanan, dan kiranya membatasi kekuasaan negara. Begitu.  
*Penulis adalah Mahasiswa











Tidak ada komentar:

Posting Komentar